nOu'sty
Jen baru saja tiba di kampus baru. Langkah kakinya terdengar riuh di lantai koridor yang luas, namun hatinya terasa cemas. Ia menatap papan nama ruang kelas yang terpasang di depan ruang 10-A. Di luar sana, suara tawa dan obrolan teman-teman terdengar menggema. Jen merapikan jaketnya, menarik napas dalam-dalam, dan melangkah masuk.
Di dalam kelas, suasana langsung terhenti sejenak saat matanya bertemu dengan semua pasang mata yang tertuju padanya. Ia tahu, pasti ada yang penasaran tentang siapa dirinya. Mahasiswa baru yang selalu jadi topik utama setiap kali ada orang yang baru di kampus.
"Eh, itu Jen, kan? Si anak pindahan," bisik seorang mahasiswa di bangku belakang, cukup keras untuk didengar Jen.
Jen tersenyum tipis, mencoba menenangkan diri, meski hatinya berdebar. Ia berjalan menuju meja kosong di bagian depan, berharap bisa duduk tanpa terlalu banyak perhatian. Namun, entah kenapa, setiap gerakannya seolah diperhatikan oleh seluruh kelas.
Seorang dosen yang tampak ramah masuk dan memperkenalkan dirinya sebagai pengajar untuk kelas tersebut. "Selamat datang, Jen. Semoga kamu bisa cepat menyesuaikan diri di sini," katanya dengan senyuman hangat.
Jen hanya mengangguk, merasa sedikit lebih nyaman meskipun ia tahu perhatiannya sudah mulai menyebar. Beberapa teman mulai berdatangan untuk menyapanya, mencoba mengenalkan diri, dan sesekali memberikan senyum ramah. Namun, rasa asing dan canggung tetap menghantuinya. Setiap kali ia berbicara, ada rasa seperti seluruh kelas mendengarkan dengan penuh perhatian. Jen tak bisa menahan perasaan bahwa ia telah menjadi pusat perhatian, meski ia hanya ingin menjadi orang yang biasa saja.
Namun, lama kelamaan, rasa canggung itu mulai menghilang. Salah satu teman sekelas, Rina, mulai sering mengajaknya berbicara, membuatnya merasa diterima. Lily, yang selalu ceria dan suka bercanda, mulai mengajak Jen bergabung dengan kelompok belajar mereka. "Ayo, Jen. Kamu pasti bisa kok. Semua orang di sini pasti suka sama kamu," kata Lily dengan penuh semangat.
Jen mulai merasakan hal yang berbeda. Ia tak lagi merasa hanya sebagai "anak pindahan" yang selalu menjadi bahan pembicaraan. Beberapa teman mulai menghampirinya, bukan hanya karena ingin tahu siapa dirinya, tetapi karena mereka benar-benar ingin berteman. Jen mulai merasa seperti bagian dari sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang lebih nyaman.
Namun, meskipun begitu, perhatian terhadapnya tak pernah sepenuhnya hilang. Jen sering menjadi topik pembicaraan di kalangan teman-temannya. Beberapa memujinya karena sifatnya yang pendiam namun bijaksana, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai sosok yang penuh misteri. Namun, Jen mulai belajar untuk menerima perhatian itu, bahkan menikmatinya dalam cara yang berbeda.
Di akhir minggu pertama, Jen duduk di bangku favoritnya di kantin, menikmati makan siang dengan Lily dan teman-temannya. Meski awalnya ia merasa canggung menjadi pusat perhatian, sekarang ia menyadari bahwa menjadi perhatian bukanlah hal yang buruk. Ia tidak lagi merasa terasing, dan malah merasa dihargai.
Jen, mahasiswa pindahan, kini tidak hanya menjadi perhatian utama—ia mulai merasa dihargai sebagai bagian dari kehidupan baru yang menantinya.
pict by pinterest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar