nOu'sty
Di sore yang mendung, Gavin duduk sendirian di pinggir jendela apartemennya. Langit perlahan memudar menjadi kelabu, tanda hujan akan segera turun. Ia menatap kosong ke luar, hanya ada suara angin dan desiran hujan yang mulai membasahi bumi. He felt alone, as if the world was moving on without him.
Setiap sore seperti ini, Gavin merasa kesepian. Teman-temannya sibuk dengan hidup mereka masing-masing, dan ia hanya terperangkap dalam rutinitas yang monoton. "Tidak ada yang peduli," pikirnya dalam hati, menyandarkan tubuh pada jendela yang dingin. The rain felt like his only companion, silent yet ever-present.
Suara tetesan air hujan di kaca jendela itu terasa begitu akrab. Meskipun hujan tak bisa berbicara, Gavin merasa seolah-olah itu adalah satu-satunya yang mengerti dirinya. "At least, you’re here," gumamnya pelan. Ia memejamkan mata, membiarkan setiap tetes hujan mengalun seperti lagu pengantar tidur yang menenangkan.
Sore itu, langit semakin gelap, dan hujan semakin deras. The sound of raindrops became louder, almost like a comforting rhythm, filling the ruang kosong yang ada di dalam dirinya. Seperti hujan, Gavin merasa ia jatuh tanpa tujuan yang pasti. Tapi setidaknya, ia tahu—di sore yang sepi ini, hujan selalu ada untuk menemani.
Mungkin, pikirnya, kebanyakan orang tidak akan mengerti perasaan itu. But the rain does. It's the only thing that never judges, just falls quietly, just like him. And for now, that’s enough.
pict by pinterest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar